Tugas 5 Softskill
KEBUDAYAAN
Budaya
adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki bersama oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke generasi. Budaya terbentuk dari
banyak unsur yang rumit, termasuk sistem agama dan politik, adat istiadat,
bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan karya seni. Bahasa, sebagaimana juga
budaya, merupakan bagian tak terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak
orang cenderung menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang
berusaha berkomunikasi dengan orang-orang yang berbada budaya dan menyesuaikan
perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu dipelajari.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri. ”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” di Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
Budaya adalah suatu pola hidup menyeluruh. budaya bersifat kompleks, abstrak, dan luas. Banyak aspek budaya turut menentukan perilaku komunikatif. Unsur-unsur sosio-budaya ini tersebar dan meliputi banyak kegiatan sosial manusia.
Beberapa alasan mengapa orang mengalami kesulitan ketika berkomunikasi dengan orang dari budaya lain terlihat dalam definisi budaya: Budaya adalah suatu perangkat rumit nilai-nilai yang dipolarisasikan oleh suatu citra yang mengandung pandangan atas keistimewaannya sendiri. ”Citra yang memaksa” itu mengambil bentuk-bentuk berbeda dalam berbagai budaya seperti “individualisme kasar” di Amerika, “keselarasan individu dengan alam” di Jepang dan “kepatuhan kolektif” di Cina. Citra budaya yang bersifat memaksa tersebut membekali anggota-anggotanya dengan pedoman mengenai perilaku yang layak dan menetapkan dunia makna dan nilai logis yang dapat dipinjam anggota-anggotanya yang paling bersahaja untuk memperoleh rasa bermartabat dan pertalian dengan hidup mereka.
Dengan demikian, budayalah yang menyediakan suatu kerangka yang koheren untuk mengorganisasikan aktivitas seseorang dan memungkinkannya meramalkan perilaku orang lain.
PENGERTIAN
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism.
Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian nilai sosial,norma sosial, ilmu pengetahuan serta keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Menurut Edward Burnett Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota
masyarakat.
Menurut Selo Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, kebudayaan adalah sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan adalah sesuatu yang akan memengaruhi tingkat pengetahuan dan meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
Tugas 6 softskill
KEBUDAYAAN
DAERAH
Kebudayaan Suku Batak
Batak
merupakan salah satu suku bangsa yang ada di Indonesia. Nama ini merupakan
sebuah terma kolektif untuk mengindentifikasikan beberapa suku bangsa yang
bermukim dan berasal dari Tapanuli, Sumatera Timur dan di Sumatera Utara. Suku
bangsa yang dikategorikan sebagai Batak adalah Batak Toba, Batak Karo, Batak
Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola dan Batak Mandailing. Mayoritas orang
batak menganut agama Kristen dan sisanya menganut agama Islam. Tetapi ada juga
yang menganut agama Malim dan juga menganut kepercayaan Animisme (disebut juga
sipelebegu atau parbegu), akan tetapi kini penganut kedua kepercayaan ini
semakin berkurang.
Sejarah Batak
Orang
Batak adalah penutur bahasa Austronesia namun tidak diketahui kapan nenek
moyang orang Batak pertama kali bermukim di Tapanuli dan Sumatera Timur. Bahasa
dan bukti-bukti arkeologi menunjukkan bahwa orang yang berbahasa Austronesia
dari Taiwan telah berpindah ke wilayah Filipina dan
Indonesia sekitar 2500 tahun lalu, yaitu di zaman batu muda (Neolitikum).
Karena hingga sekarang belum ditemukan artefak Neolitikum (zaman batu muda)
yang ditemukan di wilayah Batak maka dapat diduga bahwa nenek moyang Batak baru
bermigrasi ke Sumatera Utara pada zaman logam. Pada abad ke-6,
pedagang-pedagang Tamil asal India mendirikan kota dagang Barus di pesisir
barat Sumatera Utara. Mereka berdagang kapur barus yang diusahakan oleh
petani-petani di pedalaman. Kapur barus dari tanah Batak sangat bermutu tinggi
sehingga menjadi salah satu komoditas ekspor selain kemenyan. Pada abad ke-10,
Barus diserang oleh Sriwijaya. Hal ini menyebabkan terusirnya pedagang-pedagang
Tamil dari pesisir Sumatera. Pada masa-masa berikutnya, perdagangan kapur barus
mulai banyak dikuasai oleh pedagang Minangkabau yang mendirikan koloni di
pesisir barat dan timur Sumatera Utara. Koloni-koloni mereka terbentang dari
Barus, Sorkam hingga Natal.
Identitas Batak
R.W
Liddle mengatakan, bahwa sebelum abad ke-20 di Sumatera bagian utara
tidak terdapat kelompok etnis sebagai satuan social koheren. Menurutnya sampai
abad ke-19, interaksi social di daerah itu hanya terbatas pada hubungan antar
individu, antar kelompok kekerabatan atau antar kampung. Hampir tidak ada
kesadaran untuk menjadi bagian dari satuan-satuan social dan politik yang lebih
besar. Pendapat lain mengemukakan, bahwa munculnya kesadaran mengenai sebuah
keluarga besar Batak baru terjadi pada masa zaman colonial. J. Pardede
mengemukakan bahwa bahwa istilah “Tanah Batak” dan “Rakyat Batak” diciptakan
oleh pihak asing. Sebaliknya Siti Omas Manurung, seorang istri dari putra
pendeta Batak Toba menyatakan, bahwa sebelum kedatangan Belanda, semua orang
baik Karo maupun Simalungun mengakui dirinya sebagai Batak dan Belandalah yang
telah membuat terpisahnya kelompok-kelompok tersebut. Sebuah mitos yang
memiliki berbagai macam versi menyatakan bahwa Pusuk Buhit salah satu puncak di
barat Danau Toba adalah tempat kelahiran bangsa Batak. Selain itu
mitos-mitos tersebut juga menyatakan bahwa nenek moyang orang Batak berasal
dari Samosir.
Terbentuknya masyarakat Batak yang tersusun dari berbagai
macam marga, sebagian disebabkan karena adanya migrasi keluarga-keluarga dari
wilayah lain di Sumatera. Penelitian penting tentang tradisi Karo dilakukan
oleh J.H Neumann, berdasarkan sastra lisan dan transkripsi dua naskah
setempat, yaitu Pustaka Kembaren dan Pustaka Ginting. Menurut Pustaka Kembaren,
daerah asal marga Kembaren dari Pagaruyung di Minangkabau. Orang Tamil
diperkirakan juga menjadi unsur pembentuk masyarakat Karo.
Hal ini terlihat dari banyaknya nama marga Karo yang diturunkan dari
bahasa Tamil. Orang-orang Tamil yang menjadi pedagang
di pantai barat, lari ke pedalaman Sumatera akibat serangan pasukan
Minangkabau yang datang pada abad ke-14 untuk menguasai Barus.
Penyebaran Agama
Masuknya Agama Islam Di Tanah BataK
Dalam kunjungannya tahun 1292, Marcopolo melaporkan bahwa masyarakat Batak
sebagai orang-orang “liar” dan tidak pernah terpengaruh oleh agama-agama dari
luar. Meskipun Ibnu Battuta, mengunjungi Sumatera Utara pada tahun 1345 dan
mengislamkan Sultan Al-Malik Al-Dhahir, masyarakat Batak tidak pernah mengenal
Islam sebelum disebarkan oleh para pedagang Minangkabau. Bersamaan dengan usaha
dagangnya, banyak pedagang Minangkabau yang melakukan kawin-mawin dengan
perempuan Batak. Hal ini secara perlahan telah meningkatkan pemeluk Islam di
tengah-tengah masyarakat Batak. Pada masa perang Paderi di awal abad ke-19,
pasukan Minangkabau menyerang tanah Batak dan melakukan pengislaman
besar-besaran atas masyarakat Mandailing dan Angkola. Namun penyerangan Paderi
atas tanah Toba, tidak dapat mengislamkan masyarakat tersebut, yang pada
akhirnya mereka menganut agama Kristen Protestan. Kerajaan Aceh di utara, juga
banyak berperan dalam mengislamkan masyarakat Karo dan Pakpak. Sementara
Simalungun banyak terkena pengaruh Islam dari masyarakat Melayu di pesisir
Sumatera Timur.
Misionaris Kristen
Pada
tahun 1824, dua misionaris baptis asal Inggris, Richard Burton dan
Nathaniel Ward berjalan kaki dari Sibolga menuju pedalaman Batak. Setelah tiga
hari berjalan, mereka sampai di dataran tinggi Silindung dan menetap selama dua
minggu di pedalaman. Dari penjelajahan ini, mereka melakukan observasi dan
pengamatan langsung atas kehidupan masyarakat Batak. Pada tahun 1834 kegiatan
ini diikuti oleh Henry Lyman dan Samuel Manson dari dewan komisaris Amerika
untuk misi luar negeri.
Pada tahun
1850, dewan Injil Belanda menugaskan Herman NeubronnerVan
Der Tuuk untuk menerbitkan buku tata bahasa dan kamus bahasa
Batak-Belanda. Hal ini bertujuan untuk memudahkan misi-misi kelompok Kristen
Belanda dan Jerman berbicara dengan masyarakat Toba dan Simalungun yang menjadi
sasaran pengkristenan mereka.
Misionaris pertama asal Jerman tiba di lembah sekitar Danau Toba pada tahun
1861 dan sebuah misi pengkristenan dijalankan pada tahun 1881 oleh Dr. Ludwig
Ingwer Nommensen. Kitab Perjanjian Baru untuk pertama kalinya diterjemahkan ke
bahasa Batak Toba oleh Nommensen pada tahun 1869 dan penerjemahan Kitab
Perjanjian Lama diselesaikan oleh P.H. Johannsen pada tahun 1891.
Teks terjemahan tersebut dicetak dalam huruf latin di Medan pada tahun1893.
Menurut H.O. Voorma, terjemahan ini tidak mudah dibaca, agak kaku dan terdengar
aneh dalam bahasa Batak.
Masyarakat Toba dan Karo menyerap agama Kristen dengan cepat dan pada
awal abad ke-20 telah menjadikan Kristen sebagai identitas budaya. Pada masa
ini merupakan periode kebangkitan kolonialisme Hindia-Belanda, dimana banyak
orang Batak sudah tidak melakukan perlawanan lagi dengan
pemerintahan colonial. Perlawanan secara gerilya yang dilakukan oleh
orang-orang Batak Toba berakhir pada tahun 1907, setelah pemimpin kharismatik
mereka, Sisingamangaraja XII wafat.
Gereja HKBP
Gereja
Huria Kristen Batak Protestan (HKBP) telah berdiri di Balige pada bulan
September 1917. Pada akhir tahun 1920-an, sebuah sekolah perawat memberikan
pelatihan keperawatan kepada bidan-bidan disana. Kemudian pada tahun 1941.
Gereja Batak Karo Protestan (GBKP) didirikan.
Kepercayaan
Sebelum
suku Batak Toba menganut agama Kristen Protestan, mereka mempunyai system
kepercayaan dan religi tentang Mulajadi Nabolon yang memiliki kekuasaan diatas
langit dan pancaran kekuasaan-Nya terwujud dalam Debata Natolu.
Menyangkut jiwa dan roh, suku Batak Toba mengenal tiga
konsep, yaitu :
Tondi : adalah jiwa atau roh seseorang yang merupakan
kekuatan, oleh karena itu tondi memberi nyawa kepada manusia. Tondi didapat
sejak seseorang didalam kandungan. Bila tondi meninggalkan badan seseorang,
maka orang tersebut akan sakit atau meninggal, maka diadakan upacara mangalap
(menjemput) tondi dari sombaon yang menawannya.
Sahala : adalah jiwa atau roh kekuatan yang dimiliki
seseorang. Semua orang memiliki tondi, tetapi tidak semua orang memiliki
sahala. Sahala sama dengan sumanta, tuah atau kesaktian yang dimiliki para raja
atau hula-hula.
Begu : adalah tondi orang yang telah meninggal, yang tingkah
lakunya sama dengan tingkah laku manusia, hanya muncul pada waktu malam.
Demikianlah religi dan kepercayaan suku Batak yang terdapat
dalam pustaka. Walaupun sudah menganut agama Kristen dan berpendidikan tinggi,
namun orang Batak belum mau meninggalkan religi dan kepercayaan yang sudah
tertanam didalam hati sanubari mereka.
Kekerabatan
Kekerabatan
adalah menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan hidup. Ada dua
bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan
(genealogi) dan berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak
ada. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari
silsilah marga mulai dari si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memilki
marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian
(padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan.
Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan adat adalah ikatan sedarah dalam
marga. Dimana marga artinya, misalnya Harahap, kesatuan adatnya adalah marga
Harahap dengan marga lainnya. Berhubung bahwa adat Batak atau tradisi Batak
sifatnya dinamis yang seringkali disesuaikan dengan waktu dan tempat
berpengaruh terhadap perbedaan corak tradisi antar daerah.
Ada falsafah dalam perumpamaan dalam bahasa Batak Toba yang berbunyi : jonok
dongan partubu jonokan do dongan parhundul, merupakan suatu filosofi agar kita
senantiasa menjaga hubungan baik dengan tetangga, karena merekalah teman
terdekat. Namun dalam pelaksanaan adat, yang pertama dicari adalah yang satu
marga, walaupun pada dasarnya tetangga tidak boleh dilupakan dalam pelaksanaan
adat.
Falsafah Dan Sistem Kemasyarakatan
Masyarakat Batak memiliki falsafah, azas sekaligus struktur dan system dalam
kemasyarakatannya yakni yang dalam bahasa Batak Toba disebut Dalihan na Tolu.
Berikut penyebutan Dalihan na Tolu dalam enam puak Batak.
Dalihan Na Tolu (Toba) : somba marhula-hula, manat mardongan
tubu dan elek marboru.
Dalian Na Tolu (Mandailing dan Angkola) : hormat Marmora,
manat markahanggi dan elek maranak boru.
Tolu Sahundulan (Simalungun) : martondong ningon hormat
sombah, marsanina ningon pakkei manat dan marboru ningon elek pakkei.
Rakut Sitelu (Karo) : nembah man kalimbubu, mehamat man
sembuyak dan nami-nami man anak beru.
Daliken Sitelu (Pakpak) : sembah merkula-kula, manat
merdengan tubuh dan elek marberru.
Hula-hula atau mora : adalah pihak keluarga dari istri.
Hula-hula ini menempati posisi yang paling dihormati dalam pergaulan dan
adat-istiadat Batak (semua sub suku Batak) sehingga kepada semua orang Batak
dipesankan harus hormat kepada Hula-hula (Somba Marhula-hula).
Dongan tubu atau hahanggi : disebut juga Dongan Sabutuha
adalah saudara laki-laki satu marga. Arti harfiahnya lahir dari satu perut yang
sama. Mereka ini seperti batang pohon yang saling berdekatan, saling menopang,
walaupun karena terlalu dekatnya kadang-kadang saling bergesekan. Namun,
pertikaian tidak membuat hubungan satu marga bisa terpisah. Diumpamakan seperti
air yang dibelah dengan pisau, kendati dibelah tetap bersatu. Namun kemudian
kepada semua orang Batak (berbudaya Batak) dipesankan harus bijaksana kepada
saudara semarga. Diistilahkan Manat Mardongan Tubu.
Boru atau anak boru : adalah pihak keluarga yang mengambil
istri dari suatu marga (keluarga lain). Boru ini menempati posisi paling rendah
sebagai parhobas atau pelayan, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun
(terutama) dalam setiap upacara adat. Namun walaupun berfungsi sebagai pelayan
bukan berarti bisa diperlakukan dengan semena-mena. Melainkan pihak boru harus
diambil hatinya, dibujuk, diistilahkan Elek Marboru.
Namun bukan berarti ada kasta dalam sistem kekerabatan Batak. Sistem kekerabatan
Dalihan Na Tolu adalah bersifat kontekstual. Sesuai konteksnya, semua
,masyarakat Batak pasti pernah menjadi hula-hula, juga sebagai dongan tubu juga
sebagai boru. Jadi setiap orang harus menempatkan posisinya secara kontekstual.
Sehingga dalam tata
kekerabatan, semua orang Batak harus berprilaku raja, raja dalam tata
kekerabatan Batak bukan berarti orang yang berkuasa, tetapi orang yang
berprilaku baik sesuai dengan tata krama dalam sistem kekerabatan Batak. Maka
dalam setiap pembicaraan adat selalu disebut raja ni hula-hula, raja ni dongan
tubu dohot raja ni boru.
Sumber Referensi :